Selasa, 02 April 2013

Kalo Pacaran Ngapain Sih?


Nampaknya musim penghujan belum berakhir, diluar hujan turun dengan intesitas lumayan deras…dan cara terbaik untuk menikmati hujan sore ini adalah dengan menghabiskan waktu untuk menulis (^.^)v
Sebagai seseorang yang tinggal dan besar di sebuah kampung, aku terbiasa mendengar berbagai macam kabar sedap dan tidak sedap tersebar cepat. Seperti hari minggu kemarin, kabar kalau seorang anak perempuan dari RT seberang akan menikah tersebar luas sementara tidak ada undangan yang tersebar. Niat pernikahan diam-diam tak urung hanyalah sebuah niat tak kesampaian, toh orang lebih cepat tahu hal yang demikian. Si perempuan belia yang belum genap 17 tahun itu terpaksa meninggalkan bangku sekolahnya karena terlanjur hamil . Dan setelah diruntut, 1 atau 2 tahun lalu teman sepermainan atau mungkin sahabat si perempuan tadi juga mengalami hal yang sama. Fenomena seperti ini sudah bukan hal yang baru, namun tetap saja membuatku spontan berkomentar, “Kok bisa? emang dia ngapain aja?” (nanya’nya dengan ekspresi lugu,padahal jelas-jelas tahu jawabannya).
Ada juga cerita seorang perempuan yang lain, sebut aja X. X ini hamil beberapa bulan sementara pacarnya tidak bersedia bertanggung jawab, dan membuatku miris mendengar ceritanya.
Semua yang mendengar kejadian ini akan berkata, “Salah mereka sendiri..bla..bla..blaa…”
Memang si perempuan belia tadi, juga sahabatnya, dan si X telah melakukan kesalahan yang membuat mereka harus menanggung sebuah konsekuensi yang rumit atas perbuatannya tetapi pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa apa yang terjadi atas diri mereka adalah karena mereka tidak mengerti konsep sebuah hubungan yang benar?sedangkan ditengah ketidaktahuannya mereka tidak memiliki tempat untuk bertanya dan mendapat jawaban yang benar sehingga mereka cenderung mencari kebenaran itu dari lingkungan pertemanan mereka dan media-media lain.
Semasa pacaran, si X tadi banyak curhat dengan rekan kerjanya yang dianggap lebih berpengalaman makan asam garam kehidupan..sayangnya nasehat yang didapat si X berbunyi seperti ini, “jaman sekarang kalo pacaran itu nggak sama dengan jaman dulu, jamanku dulu gandengan tangan aja nggak boleh tapi sekarang  nggak masalah kalo kamu mau “ngapa-ngapain”  itu baru gaul.”
Aku pribadi pernah sharing dengan teman beberapa tahun lalu, lantas dia bilang seperti ini, “Prinsipnya selama pacaran kamu bolehlah memberikan lebih asal nggak semuanya ( artinya asal kamu tetap menjaga keperawanan).” dan waktu itu jujur aku percaya dan setuju-setuju aja, apalagi yang ngomong ini saudara seiman *garuk kepala*. Untung cuma sebatas setuju lewat omongan aja, nggak dalam sikap.
Kitapun nggak bisa menolak visualisasi yang ditawarkan media hiburan, setiap film yang diputar selalu membubuhkan adegan romantis mulai dari bergandengan tangan, meningkat ke pelukan, cium pipi, cium kening dan seterusnya.  Jalan cerita sinetron juga dibumbui dengan kisah jatuh cinta ala ABG, anak-anak berseragam putih biru yang lebih sibuk mengejar-ngejar lawan jenisnya menggunakan berbagai cara, malah nggak fokus dengan pendidikan.
Kesimpulan yang muncul di benak mereka jadinya :  pacaran itu hubungan  antara perempuan dan laki-laki, yang didalamnya termasuk melakukan hal-hal yang sifatnya mengandung sentuhan fisik asal nggak kebablasan. Fufufu…>.< 
Benarkah demikian?
Sewaktu aku belum mengerti kebenaran Firman Tuhan aku menerima kesimpulan itu sebagai hal yang paling benar, namun sekarang lain lagi ceritanya. Pas jaman pelajaran agama di sekolah sih udah diajarin bahwa pacaran itu adalah satu fase sebelum memasuki jenjang pernikahan. Teorinya gitu dan murid sekelas tahu cuman dalam prakteknya jauuh dari teori, mikirnya malah kalo nggak punya pacar berarti nggak laku, kesepian, nggak seruàujung-ujungnya berlomba mencari pacar hanya untuk memenuhi tuntutan bukan untuk tujuan yang benar di hadapan Tuhan. Lantas kebanyakan cewek, punya pemikiran jika dia memberikan apa yang diinginkan pria dalam hal kepuasan fisik,pasti dia akan mendapatkan kasihnya selamanya (ini ada dibuku Lady in Waiting). Nggak apa-apa berpelukan, nggak apa-apa berciuman daripada ntar nggak mau malah diputus dan ditinggalkan, padahal udah cinta banget. Setelah berkompromi dengan kata nggak apa-apa malah jadi penasaran, ingin tahu dan mencoba lebih dalam lagi, begitu sadar terlambat sudah.
Satu tindakan fisik berdasarkan rasa suka bukannya melekatkan kasih mereka, tetapi justru menghancurkannya (Lady in Waiting, hal 90). Tuhan mau anak-anakNya menjaga kekudusan dirinya karena tubuh kita adalah bait Allah, dan kekudusan itu lebih dari sekedar keperawanan/ keperjakaan loh. Kekudusan itu berbicara soal bagaimana hidup kita di mata Tuhan. Nah, seandainya kita berkompromi dengan hal  yang tidak kudus lantas menutupinya dengan dalih kan yang penting  nggak kebablasan?tetap aja itu tidak benar di mata Tuhan.
So, berhati-hatilah dalam memilih pergaulan karena dengan siapa kita bergaul itu menentukan perilaku kita. Bertanyalah pada orang-orang yang memiliki otoritas yang benar, bukan yang asal cukup usia untuk memberi nasehat, ibarat bertanya arah ke orang yang salah akhirnya malah kesasar :p. Setiap nasehat yang kita dapatkan juga harus diuji nggak asal diterima dan dilakukan, pertimbangkan dengan baik nilai kebenarannya.
Amsal 18 : 24
Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.”
1 Korintus 15 : 33
“ Janganlah kamu sesat; Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Kedua, Sebagai seorang cewek (cowok juga) adalah penting buat kita menjaga diri kita dengan baik. Ada konsekuensi yang lebih rumit yang mesti dibayar dan itu nggak sebanding dengan kenikmatan sesaat yang didapatkan. Jika akhirnya seperti perempuan belia tadi, pikirkanlah betapa banyak yang harus dia tanggung?pernikahan mungkin menyelesaikan sedikit masalah, tetapi siapkah dia menanggung beban rumah tangga pada usia belia tanpa bekal ijasah yang memadai dan pekerjaan?Ada banyak masalah lain menanti didepan, sudah siapkah kamu?. Belum tentu pula seseorang yang menerima segala-galanya darimu akan menjadi suami/istri di masa depan, seperti yang dialami si X.
Perasaan kasih itu tidak hanya diungkapkan lewat kedekatan fisik yang sembrono sebelum dua orang menikah, perasaan itu bisa diungkapkan dalam pengendalian diri, kesabaran.

Lalu, pacaran itu ngapain sih?
Hubungan lawan jenis tidak lagi merupakan “menikmati saat-saat indah” atau mempelajari apa yang aku inginkan dalam sebuah hubungan. Hubungan itu bukan lagi tentang mendapatkan, tetapi memberi. Setiap hubungan (terutama untuk anak Tuhan) merupakan sebuah kesempatan untuk mengasihi orang lain seperti Allah mengasihi kita. Mengesampingkan keinginan-keinginan kita dan melakukan apa yang diinginkan oleh pasangan kita. Mengasihi dia bahkan walaupun tidak ada yang dia berikan untuk kita. Menginginkan kesucian dan kemurnian dari pasangan kita karena hal itu menyenangkan Allah dan melindungi pasangan kita. (kata Mr. Joshua Harris dalam bukunya I Kissed Dating Goodbye, hal. 9).

Yuk, kita sama-sama belajar menjadi seperti yang Tuhan kehendaki dalam kehidupan kita masing-masing dari sekarang, pas masih single ataupun sudah diijinkan Tuhan melangkah ke fase berikutnya. Hihiii.

GBU ^^




0 komentar :

Posting Komentar