Kamis, 31 Januari 2013

Akhirnya....Sebuah Jawaban Doa


Tidak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi beberapa detik atau beberapa menit ke depan, sama halnya dengan ketidaktahuanku akan kapan waktunya Tuhan akan menjawab sebuah doa. Tiba-tiba saja, dan bener-bener tidak aku duga jawaban itu sampai dihadapanku...saat sedang sibuk mengambilkan obat untuk pasien pula….
Daaaannnn ternyata TUHAN berkata :

T.I.D.A.K.

Untuk sekarang aku belum bisa menuliskan apa yang sebenarnya sedang aku doakan selama kurang lebih empat atau lima bulan itu dan bagaimana detailnya aku bisa tahu jika Tuhan berkata TIDAK, mungkin nanti jika sudah saatnya dan keadaan sudah bener-bener memungkinkan untuk menceritakannya. Hehe..
So bagaimana perasaanku kemudian??beberapa menit pertama sempat merasa bingung dan bertanya-tanya dalam hati “Iya gak sih ini jawaban dari Tuhan?” sambil tarik nafas panjang dan berusaha tenang.
"Jadi beneran nih Tuhan ini jawabannya?dan jawabannya adalah TIDAK?" aku konfirmasi lagi ke Tuhan di dalam hati.
dan ngerasa banget dalam hati mendengar Tuhan bilang, “Iya ini jawaban doamu!”
Hufph. Tarik nafas panjang lagi.
“ Okey Tuhan. Makasih udah memberi aku jawaban untuk sesuatu yang aku doakan belakangan ini.”
Lalu kembalilah aku melanjutkan pekerjaanku karena memang sedang tempat kerja dan sedang sibuk-sibuknya sambil sebisa mungkin bersikap tenang.
Sejujurnya saat itu selama beberapa menit  aku memang sedih dan pengen menangis. Bagaimana mungkin aku nggak sedih melihat satu hal yang ku bangun dengan hati-hati dan dengan doa plus konsul ke Tuhan dari awal banget eh ujung-ujungnya harus direlakan untuk berakhir dengan kata TIDAK. Bagaimana mungkin aku nggak pengen menangis karena sesuatu yang ku anggap sebagai yang terbaik untukku ternyata bukan yang terbaik di mata Tuhan. Tapi selebihnya aku merasa LEGA.
LEGA karena Tuhan akhirnya memberikan jawaban itu tepat pada waktuNya yaitu sekarang, bukan seminggu lagi , sebulan atau setahun lagi…aku nggak bisa membayangkan jika jawaban TIDAK itu baru aku terima sebulan atau setahun yang akan datang? Akan seperti apakah keadaannya?
LEGA karena selama proses mendoakan ini aku memutuskan untuk tidak mengikuti saran dan “nasehat” yang disampaikan beberapa orang untuk mencoba melakukan sesuatu agar ada jalan yang terbuka. Bukan karena aku nggak menurut kepada mereka yang lebih tua, namun karena aku tahu TUhan memang tidak menghendaki aku melakukan sesuatu yang seperti itu. Kalau aku mencoba-coba melakukan sesuatu dengan caraku sendiri itu berarti aku tidak mempercayai Tuhan bahwa DIA sanggup melakukan segala sesuatu? dan seandainya aku mencoba-coba membuka jalanku sendiri dan di depannya ternyata TUHAN berkata TIDAK, bukankah semua berubah menjadi lebih tidak mengenakkan
LEGA karena caraku meresponi Tuhan ternyata sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Nggak lagi merengek-rengek plus ngeyel sesuka hati, sok tahu dan mengatur-atur Tuhan. Kali ini aku beneran nurut, menerima keputusanNya dengan tangan terbuka meskipun aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,kemana TUHAN akan membawaku kemudian. Aku memutuskan untuk tetap mengarahkan pandanganku hanya pada TUHAN saja dan terus mengikuti jalanNya. Aku tidak mau memberi tempat yang luas di dalam hatiku untuk meletakkan kekuatiran dan kekecewaan, aku tidak ingin mengasihani diriku sendiri sehingga semangatku patah.
Adapun yang terbaik sudah TUhan sediakan di depan sana, tersembunyi di ujung kabut yang pekat dan jutaan tanda tanya namun bersama Tuhan ada jaminan pasti bahwa semua akan indah pada waktuNYa.

“Karena AKU mengetahui segala rencanaKU bagimu. Demikianlah firman TUHAN. Rencana-rencana itu untuk kebaikan, bukan untuk keburukan, untuk memberi kamu masa depan yang penuh pengharapan.”
----Yeremia 29:11/FAYH------

"Sungguh Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-gambaNYa, para nabi."
---Amos 3 : 7---





Minggu, 27 Januari 2013

Teman Kecil (3)

Hai teman kecilku…

Aku yakin kamu tidak mengenal siapa aku, sama seperti aku tidak mengetahui namamu.
Aneh bukan? padahal kita tinggal di daerah yang sama.
Dan aku lebih yakin lagi jika kamu sama sekali tidak menyadari bahwa selama beberapa menit perhatianku hanya tertuju kepadamu, seorang gadis dengan kaos dan celana berwarna pink, lengkap dengan sebuah bando yang juga berwarna pink (^.^)a.
Kamu tentunya masih bingung dimana tepatnya kita bertemu?
Baiklah..akan ku beritahu. Kemarin di tempat mangkal si mas penjual bakso—disitulah kita pertama bertemu.
Aku masih ingat benar, kamu datang dengan menggenggam beberapa lembar uang ribuan tanpa ba..bi..bu..tiba-tiba berdiri tepat di samping si mas penjual bakso melayani pembeli (padahal semua pembeli lainnya berdiri di depan gerobak bakso).
“ Awas ada rokok.” ingat si mas kepadamu karena badanmu yang menempel terlalu dekat ke gerobak dimana si mas meletakkan batang rokok yang dibiarkan menyala karena ditinggal melayani pembeli.
Dan aku terperangah dengan reaksimu,
Bukannya menjauh dan mengambil jarak aman kamu justru bertingkah agak kelewatan (setidaknya menurutku secara pribadi). Gerak tanganmu dengan manjanya memukul-mukul pelan si mas penjual bakso sambil sesekali menarik pakaiannya. Lalu berkomentarlah mas penjual bakso dengan bahasa jawa, “ Sek cilik ae tingkahmu koyok ngene, pinter ngerayu opo maneh gedene?!?!” (masih kecil saja kamu sudah berani bersikap seperti ini (notabene bukan kepada orang yang dia kenal dekat) apalagi ketika kamu besar?”)
Dan kamu yang mendengar komentar itu bukannya merasa malu, malahan menunjukkan ekspresi kegirangan. Sepertinya kamu merasa senang karena berhasil mendapatkan perhatian dari seseorang).
Hai teman kecilku...aku rasa  belum waktunya bagimu bersikap seperti itu?
Menjadi dewasa sebelum waktunya....
Nikmatilah waktumu sebagaimana adanya, menjadi anak-anak yang menikmati dunia masa kecilnya yang indah....tanpa sibuk melakoni peran menjadi seorang dewasa dengan cara yang salah kaprah.


Terima Kasih

Hallo Tuhan....
Tidak terasa 27 hari sudah berlalu di tahun 2013,
Terima kasih untuk penyertaanMu yang sempurna sepanjang hari, melewati perjalanan hampir sejauh 50 km setiap harinya dengan selamat itu merupakan sesuatu yang luar biasa.
Terima kasih untuk keluarga yang masih lengkap sampai detik ini...
Terima kasih untuk sesuatu yang tidak begitu dipikirkan sebelumnya namun tiba-tiba diberikan Tuhan, proses dan waktunya relatif cepat dan tidak berbelit-belit. (thanks God) walaupun ini berarti ada tanggung jawab baru untuk mengelolanya agar bermanfaat dan menjadi berkat bukan hanya untuk diri sendiri namun juga untuk orang disekitarku.
Terima kasih untuk doa yang belum terjawab, aku tahu Engkau tidak akan berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanMu dengan begitu aku belajar untuk semakin tunduk pada kehendakMu bukan pada kehendakku sendiri.
Terima kasih untuk masa-masa single yang begitu berharga,dimana aku belajar apa artinya menjadi seorang perempuan yang utuh, satu masa terbaik yang terlalu sayang jika kulewatkan dengan meratapi keadaan. Aku percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik di waktu dan tempat yang tepat. Amien.
terima kasih untuk kasih karuniaMu yang senantiasa cukup bagiku dalam segala keadaan.
Terima kasih karena telah mengasihiku dan tetap mengasihiku, apa adanya diriku.

Dari anakmu.

Selasa, 08 Januari 2013

.........


Semua masih sama seperti ketika aku memulainya...masih berselimutkan tanda tanya.
Terkadang ingin berhenti disini, menyerah karena rasa lelah
Terkadang ingin membiarkan semua hilang begitu saja tanpa perlu dinantikan dan diperjuangkan dalam doa lagi.
 Terkadang berharap ada satu langkah yang membawa kemajuan, ada setitik cahaya terang yang memberi isyarat dan kepastian.
Entahlah...
Untuk saat ini Tuhan hanya diam..tidak memberi arahan...tidak memberi jawaban.
Hening.
Rupanya aku masih harus menunggu sekali lagi ^^


Tetapi hendaklah engkau berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.” (2 Timotius 3 : 14)
Ia menentukan waktu yang tepat untuk segala sesuatu. Ia memberi kita keinginan untuk mengetahui hari depan, tetapi kita tak sanggup mengerti perbuatan Allah dari awal sampai akhir.” (Pengkotbah 3 : 11—BIS)

Jumat, 04 Januari 2013

Bongkar-bongkar File Lama : Ketika Hujan


Sore ini, di antara rintik hujan yang belum begitu lebat aku termenung di bangku taman. Langit yang mulanya cerah berubah gelap dalam seketika dan jarum-jarum air mulai merajam seluruh tubuhku. Perlahan namun pasti dingin dan basah menjalari sekujur dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hanya orang setengah ‘gila’ yang membiarkan dirinya basah kuyup seperti ini. Aku tertawa kecut dalam hati menyadari fakta betapa diriku sendiri sudah mulai tidak waras.
Berulang kali aku melirik jam besar  yang terletak di sudut utara taman, sedikit lagi jarum panjang tepat berada di angka dua belas dan jarum pendek di angka lima namun tidak ada tanda-tanda dia akan datang. Sejujurnya aku ingin hari melompat ke hari esok, tak perlu ada sore ini bukan karena aku ingin menghindar dari kenyataan melainkan aku tidak sanggup harus berlalu dengan saling membelakangi. Seluruh indraku mati rasa, hampa, pedih sepertinya telah mengikis kepekaan seluruh reseptor pengantar impuls di tubuhku. Firasat yang sejak berminggu-minggu lalu  menghantui sepanjang pagi dan malam   sudah  menjelma menjadi suatu wujud nyata, tidak lagi samar seperti sebelumnya. Pertemuan kali ini memang tak akan mengubah apapun, termasuk keputusan yang kita buat setelah perdebatan panjang hingga berujung tengah malam kemarin.
Aku menghela nafas panjang mengumpulkan sisa ketegaran. Entah rasa cinta atau keras kepala yang membuatku tetap mematung di bangku taman ini. Nanar mataku tertuju pada seonggok genangan air keruh kecoklatan. Ku cari lukisan wajahnya di antara genangan air itu, berusaha mendeskripsikan bola mata yang bulat hitam, model rambut  yang ‘lucu’, kulitnya yang sawo matang, perawakannya yang tinggi kurus, cara tersenyumnya yang aneh. Segala tentang dia nyaris biasa saja bukan tipe ‘malaikat sempurna’ dan aku tak habis pikir atau nampaknya  aku telah lama lupa apa, mengapa, dan bagaimana dulu  bisa jatuh hati padanya. Sekarang aku mulai  berfikir untuk membencinya, untuk mengatakan ‘aku tidak suka’ tetapi ah itupun juga sangat sulit. Bagaimana mungkin membenci orang yang aku suka? bagaimana melenyapkan memori indah yang sudah terekam dalam pita permanen di otakku.
Hening. Lama aku bergulat dengan hati dan hujan. Aku sadar kemudian ternyata aku telah terlalu lama menunggu tanpa kepastian. Hujan telah membuatnya mengurungkan niat untuk datang atau barangkali salam perpisahan ini memang tak perlu diucapkan, cukup dipahami menggunakan hati. Terlalu  banyak kata yang terucap hanya akan membuat luka baru bermunculan.  Toh tidak ada yang salah dengan rasa, pun ketika kita saling dipertemukan dan jatuh cinta di atas perbedaan. Sekarang, kendati semua tidak berujung sempurna aku tetap belajar mempercayai hati, kelak dia (hati) pasti menuntun masing-masing dari kita  pada yang terbaik karena dia selalu tahu kemana akan berlabuh.  Kesadaran baru perlahan menggantikan hampa, ada rasa lega telah melepaskan dia, memberi ruang untuk dia bisa menemukan kebahagiaan bukan hanya untuk dirinya sendiri atau untuk kita berdua  seperti yang selama ini terjadi melainkan untuk mereka yang menyayanginya, untuk keluarga kita masing-masing.  
Air mataku mulai berjatuhan, merembes di kedua pipi bersamaan dengan air hujan, dan mendadak aku mensyukuri hujan ini.®





Mengantri = Menunggu


Bulan kemaren di suatu pagi menjelang siang, bersama seorang teman aku sedang menunggu giliran untuk mengambil berkas. Kalau tidak salah aku ada di urutan kedua atau ketiga sehingga kira-kira harus menunggu selama 30 menit untuk sampai ke giliran kami. Selang berapa lama, seorang bapak keluar dari ruangan kantor lalu menghampiri si mas yang sedang sama mengantrinya denganku. Nah ternyata si mas tadi meminta tolong kepada si bapak yang memang berkantor disitu untuk mendahulukan berkas miliknya, jadilah dalam waktu tak lebih dari 30 menit berkas sudah ada di tangan sementara aku yang mengantri lebih dulu harus lebih lama duduk di ruang tunggu.
Kejadian seperti itu sudah terlalu sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, kadang aku berada dalam posisi menjadi orang yang merasa diperlakukan tidak adil karena orang-orang lain yang memanfaatkan koneksi atau pertemanan mereka untuk memuluskan kepentingan mereka sendiri dan mengabaikan orang lain yang memiliki kepentingan sama. Kadang juga berada di posisi menjadi orang yang “dimintai” tolong, ingin menolak namun tidak mampu.
Di sisa waktu menunggu mengambil berkas, meskipun kemudian menjadi agak dongkol karena kejadian si mas yang faktanya bisa mendapatkan berkasnya tanpa mengantri lama aku mulai memikirkan kegiatan antri mengantri itu. Seandainya saja orang pertama dalam antrian membutuhkan waktu 10 menit untuk mendapatkan berkasnya, maka aku sebagai orang kedua akan membutuhkan waktu lagi 10 menit lebih lama dari orang pertama atau kira-kira totalnya 20 menit. Nah berhubung si mas yang ada di antrian keempat atau kelima tadi memanfaatkan koneksinya maka dia sudah membuat orang pertama menunggu bukan hanya menunggu 10 menit saja, bisa jadi 10 menit + 10 menit lagi, demikian seterusnya.  Nah, pernahkan terpikirkan terkadang cara seperti itu merugikan orang lain? bagaimana seadainya karena seseorang yang memotong antrian seorang yang lain harus menunggu 10 menit lebih lama lalu orang tersebut terhambat perjalanannya dan ketinggalan kereta atau pesawat. Bukankah itu merugikan?
Kejadian antri mengantri itu hampir mirip dengan apa yang terjadi dalam kehidupan rohani anak-anak Tuhan, termasuk aku ^^. Ada beberapa hal yang mengharuskan kita ada dalam status menunggu. Sepertinya Tuhan menjanjikan sesuatu dan kita begitu bersemangat di awal tetapi semakin ditunggu semakin tidak ada yang terjadi, semakin membosankan dan lama. Dalam hati kita mulai memikir-mikirkan cara bagaimana agar apa yang Tuhan janjikan segera terjadi (bukan terjadi pada waktunya Tuhan melainkan dalam waktu yang kita inginkan). Kita mulai mencoba melakukan A, melakukan B tanpa konsultasi ke Tuhan atau parahnya melakukan A, B dengan analisa-analisa pribadi. Jika aku melakukan A maka akan terbuka jalan yang seperti ini..ini..dan ini. Begitu kita sudah melakukan A, ehh ternyata hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan maka akan kecewalah kita dan menyalah-nyalahkan Tuhan, mempertanyakan mengapa DIA tidak mengarahkan kita (padahal  kita sendiri tidak berkonsultasi dengan Tuhan dari awal). Atau sesuatu kemudian terjadi tetapi tidak mendatangkan berkat pada kita karena kita mendahului waktu Tuhan. Sebagai contoh Kisah Raja Saul dalam 1 Samuel 13 : 1-14, Raja Saul tidak sabar menunggu kedatangan Samuel sehingga ia mempersembahkan korban bakaran sendiri. Akibat dari perbuatannya kerajaan yang semestinya akan dikokohkan Tuhan untuk selamanya tidak terjadi.
Jika dari hal  kecil seperti ketidaksabaran dalam mengantri saja bisa merugikan untuk orang lain, apalagi untuk ketidaksabaran kita akan hal-hal besar dalam kehidupan kita. So, apapun yang sedang kalian hadapi saat ini dan apa janji Tuhan yang sedang kita tunggu dalm kehidupan kita masing-masing, marilah kita terus menantikannya dengan kesabaran, dengan tidak berusaha membuka-buka jalan dengan cara kita sendiri seolah kita sedang mendikte Tuhan untuk membuat alur kehidpan kita berjalan seperti yang kita mau. Lewat kesabaran kita sebenarnya bukan hanya belajar untuk mempercayakan sepenuhnya kehidupan kita ke tangan Tuhan, namun juga belajar untuk setia kepada Tuhan lewat perkara-perkara kecil, belajar menikmati setiap proses. Jika untuk hal kecil saja kita tidak sabar, lalu membuat kita terbiasa mengambil jalan pintas bagaimana dengan generasi berikutnya yang Tuhan titipkan kepada kita (entah itu adik, anak, saudara dll) mereka melihat kita dan menjadikan kita panutan. Apakah kita mau generasi yang Tuhan titipkan menjadi generasi “serba instan”?