Sabtu, 29 Desember 2012

Bongkar-bongkar File Lama :1


Kemaren berhubung masih dalam rangka menghabiskan jatah cuti dan berhubung mulai bingung karena tidak ada kesibukan yang berarti akhirnya iseng membongkar kardus yang sebenarnya sudah di pak rapi. Dan ketemulah beberapa buku-buku lama semacam diary begitu ^^, ada juga notes hadiah dari produk obat-obatan yang hampir penuh dengan cerpen tanpa ujung cerita yang jelas (begitulah dulu sewaktu masih kerja di tempat lama, sebelum dipromosikan Tuhan untuk masuk ke pekerjaan yang sekarang aku punya banyak waktu luang untuk menulis di jam kerja. Bukan karena aku nggak serius kerja tapi karena nggak ada hal yang harus dilakukan selain menunggu pembeli datang :p).
Dan waktu membolak-balik salah satu notes, ketemulah dengan tulisan yang ini. Lupa kapan membuatnya karena nggak diberi tanggal tapi melihat dari tulisan sebelumnya sih sekitar akhir tahun 2007 atau awal 2008-an.

-----
Di Sebuah Persimpangan

Aku seperti berada pada satu persimpangan jalan, dan tidak tahu kemana harus menentukan langkah.

Aku ingin memutar balik waktu berharap tidak perlu memberi label “masa lalu” pada satu fase kehidupan yang baru saja aku tinggalkan. Aku ingin kembali ke sana namun terlambat, karena pintu menuju kesana telah tertutup dan memang tidak ada jalan masuk kembali ketika kita telah keluar melewatinya.

Dengan ragu aku mencoba menengok pada jalan yang mengarah ke kanan, sepertinya jalan yang nyaman untuk dilewati. Dari jauh sayup terdengar suara tawa yang tidak henti, namun lama kelamaan berubah seperti suara orang yang meracau tak jelas membuatku mengurungkan niat untuk memilih jalan ini.

Aku berpikir mungkin jalan yang mengarah kiri lebih baik, ada jalan setapak yang mudah dilalui untuk sampai kesana. Ah apa itu, rupanya banyak orang yang masuk kesana akan dibuat terbang dengan sayap warna-warni dan seolah tidak pernah ada yang terjatuh. Aku mulai tergiur, membayangkan bagaimana rasanya terbang dengan sayap berwarna-warni. Namun aku menyadari ada yang janggal disitu, jalan ini penuh kebisuan, semua asyik dengan sayap masing-masing tanpa peduli mengenai keberadaanmu.  Jadi akupun batal melewati setapak ini.

Satu-satunya yang tersisa adalah jalan yang membentang dihadapanku. Menatapnya saja aku enggan, tidak ada tawa disana, namun juga bukan jalan penuh kebisuan. Aku melihat setapak berbatu, melihat bukit terjal,memang ada taman indah di seberang sana jauh dan amat sulit dijangkau. Hatiku miris, bisakah aku melewatinya?”

“Jangan takut, aku akan menemani perjalananmu.”  ada suara hangat penuh wibawa menyambutku.

“ Mari!” ajakNya sambil mengulurkan tangan untuk menggandengku. Aku ragu, hatiku menimbang-nimbang keputusan apa yang hendak aku buat.

“Ku beritahu padamu, nak! Jalan ini memang tidak mudah, namun percayalah padaKu,AKU akan membimbing langkahmu.”

Tanpa pikir panjang aku menyambut uluran tanganNya. Aku tidak ingin membuang waktu untuk memulai perjalanan yang baru lagi, dan untuk kali ini aku yakin tidak salah menentukan arah. Aku bersama seorang yang TEPAT.

------

Tulisan di atas nggak 100% sama dengan yang ada di notesku, ada beberapa bagian yang kemudian aku edit karena kata-katanya kurang pas. Tulisan itu berhubungan dengan sebuah peristiwa tragis yang menimpa hidupku empat tahun lalu (hahaa terlalu dramatis), dan hampir pasti tidak jauh dari masalah hati juga namun berbeda kisah dengan pemulihan hati yang aku sebut di postingan sebelumnya. Sempat tawar menawar dengan Tuhan tentang keputusan yang harus dibuat, pengennya nggak ada kisah sedih, pengennya kisah itu aja, pengennya kisah seperti di kisah-kisah dogeng yang berakhir dengan kalimat akhirnya mereka hidup berbahagia selamanya. Jalan ke kanan atau ke kiri itu adalah ide-ide “setengah gila” yang menurut pikiran manusia adalah jalan keluar terbaik,untungnya tidak pernah aku laksanakan beneran karena aku akhirnya memutuskan untuk berjalan di jalan yang Tuhan pilihkan. Sekarang, empat tahun sudah berlalu..dan aku sama sekali tidak melihat ada kerugian apapun karena keputusanku untuk memilih jalan yang Tuhan tawarkan. Aku justru melihat kebaikan demi kebaikan, bahkan anugrah yang luar biasa.
Seandainya aku hari itu nggak menyambut uluran tangan Tuhan, apa jadinya ya?
Mungkin aku nggak akan pernah dipromosikan Tuhan untuk mendapatkan pekerjaan sebaik hari ini.
Mungkin aku nggak bisa melihat orang tuaku bahagia seperti sekarang karena aku aka nada nan jauh di luar pulau jawa sono.
Mungkin aku nggak akan berani naik sepeda motor hahaa..
1 Keputusan yang dibuat empat tahun lalu ternyata berdampak sampai hari ini...

“ Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” (Amsal 25:33)


0 komentar :

Posting Komentar